INSAN YANG CERDAS, KOMPREHENSIF, DAN KOMPERATIF
Interaksi pendidik (guru) dan peserta didik (murid) yang dapat menunjang pelaksanaan misi pendidikan adalah dengan model kemitraan. Pendidik dan peserta didik merupakan mitra dalam mewujudkan insan yang cerdas komprehensif dan kompetitif. Sebagai mitra, pendidik dan peserta didik perlu menjalin komunikasi sosial yang akrab, kerja sama positif , kreatif, produktif, dan inovatif, serta sikap evaluatif timbal balik.
Pada umumnya kendala utama dalam kemitraan pendidik dan peserta didik adalah faktor psikologis. Ekses budaya kolonialisme dan paternalisme yang telah berurat berakar di Indonesia menempatkan interaksi pendidik dan peserta didik pada kesenjangan posisi sosial. Pendidik lebih banyak menempatkan dirinya sebagai sosok yang “berkuasa” atas peserta didiknya serta “serba benar” dan “serba pintar” di mata peserta didiknya. Sebaliknya peserta didik lebih banyak menempatkan dirinya sebagai sosok “penurut” kepada pendidiknya serta “serba kurang” dan “serba perlu dituntun terus-menerus” oleh pendidiknya. Kondisi yang demikian itu mengakibatkan komunikasi sosial kedua pihak kaku. Akibatnya pula, kegiatan belajar-mengajar mengkondisikan pendidik lebih aktif daripada peserta didik, bahkan sebagian besar peserta didik pasif. Kepasifan itu akan menghambat upaya kerja sama positif, kreatif, produktif, dan inovatif. Kegiatan saling mengevaluasi pun tidak akan terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu, mengingat peserta didik itu sebagai pelaku pendidikan yang diharapkan menjadi keluaran (lulusan) pendidikan bercirikan cerdas komprehensif dan kompetitif, perlulah dicanangkan strategi peserta didik dalam upaya pencapaian lulusan itu. Strategi yang perlu dilaksanakan oleh peserta didik dalam tulisan ini dijabarkan dan dikembangkan berdasarkan renstra pendidikan yang ditetapkan oleh Depdiknas. Mengingat pendidik sebagai mitra peserta didik, perlulah pula strategi itu melibatkan pendidik.
DELAPAN KECERDASAN GARDNER
Gardner dengan “Teori Multi Kecerdasan” mengatakan bahwa , “ IQ tidak boleh dianggap sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda, tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas”. (2002: 58)
Setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut konteknya. Dalam bukunya Frames of Mind Gardner menawarkan delapan jenis kecerdasan manusia.
1. Kecerdasan Linguistik (Bahasa). Kemampuan membaca, menulis,dan berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa. Contoh orang yang memiliki kecerdasan linguistic adalah penuulis, jurnalis, penyair, orator, dan pelawak.
2. Kecerdasan Logis-Matematis. Kemanpuan berpikir (bernalar) dan menghitung, berpikir logis dan sistematis. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri insinyur, ilmuwan, ekomon, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum.
3. Kecerdasan Visual-Spasial. Kemampuan berpikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan. Membayangkan berbagai hal pada mata pikiran Anda. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini antara lain para arsitek, seniman, pemahat, pelaut , fotografer, dan perencara strategis.
4. Kecerdasan Musikal. Kemampuan menggubah atau mencipta musik, dapat menyanyi dengan baik, dapat memahami atau memainkan musik, serta menjaga ritme. Ini adalah bakat yang dimiliki oleh para musisi, composer, perekayasa rekaman
5. Kecerdasan Kinestik-Tubuh. Kemampuan menggunakan tubuh Anda secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini dimiliki oleh para atlet, seniman tari atau akting atau dalam bidang banguan atau konstruksi.
6. Kecerdasan Interpersonal (social). Kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian, memeperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para guru yang baik, fasilitator, penyembuh, polisi, pemuka agama, dan waralaba.
7. Kecerdasan Intrapersonal. Kemampuan menganalis-diri dan merenungkan-diri, mampu merenung dalam kesunyian dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, mengenal benar diri sendiri. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh , pembimbing, dan banyak penampil puncak dalam setiap bidang. Pada tahun 1996, Gardner memutuskan untuk menambahkan satu jenis kecerdasan kedelapan (yaitu kecerdasan naturalis), dan kendatipun banyak pendapat yang menentang, ada godaan untuk menambahkan yang kesembilan, yaitu kecerdasan spiritual.
8. Kecerdasan Naturalis. Kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif- misalnya berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.
Kecerdasan hanyalah sehimpunan kemampuan dan keterampilan. Manusia dapat mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan dengan belajar menggunakan kemampuannya secara penuh. Delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini mengungkapkan kepada kita bahwa ada “banyak jendela menuju satu ruangan yang sama” di mana subjek-subjek pelajaran dapat didekati dari berbagai prespektif. Dan ketika orang mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan.
STRATEGI CERDAS SPIRITUAL
Dalam renstra pendidikan yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, makna insan yang cerdas spiritual adalah insan yang beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. Kegiatan inti yang menunjang kecerdasan tersebut merupakan cara pembentukan kepribadian melalui pengolahan hati/kalbu. Pengolahan hati/kalbu ini berdasarkan agama, moral, etika, dan mental. Dalam hal ini kualitas keyakinan dan hati nurani merupakan modal utama.
Sinotar (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai pemikiran yang terilhami. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas, keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya. Sedangkan Khavari (dalam Zohar dan Marshall, 2001) berpendapat bahwa kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non material kita ruh manusia.
Menurut Zohar dan Marshall (2001) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih bermakna dibandingkan orang lain.
Kecerdasan spiritual memberi kita kemampuan membedakan kecerdasan spiritual memberi kita rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku, dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk bergulat dengan ihwal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri kita dari kerendahan.
Agustian (2001) kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya kepada Allah.
Kesimpulannya bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berasal dari dalam hati, menjadikan kita kreatif ketika kita dihadapkan pada masalah pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian hati. Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhan yang sangat dicintainya.
Strategi cerdas spiritual yang dapat diterapkan peserta didik adalah menyerap, mengembangkan, dan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya (ipteks) dengan berorientasi pada:
1. ibadah, iman, dan takwa kepada Tuhan Yang Mahaesa;
2. kewajiban asasi manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan;
3. hak asasi manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan;
4. kemaslahatan umat manusia dunia dan akhirat;
5. toleransi dan kerukunan umat beragama;
6. rasa cinta dan kasih sayang;
7. kedamaian dan kesejahteraan;
8. kejujuran dan keadilan;
9. pengabdian dan tanggung jawab;
Ketika peserta didik di dalam menyerap, mengembangkan, dan memanfaatkan ipteks sadar benar-benar bahwa semuanya itu dilakukan demi ibadah, iman, dan takwanya kepada Tuhan Yang Mahaesa, maka peserta didik akan menjadikan ipteks itu sebagai sarana untuk melaksanakan perintah-perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan Tuhan seperti yang telah diwahyukan dalam kitab suci setiap agama. Ketika orientasi ibadah, iman, dan takwa sudah terlaksana, secara bertautan dan berkesinambungan orientasi yang lain pun dapat dilaksanakan dengan kesadaran akhlak dan integritas yang tinggi. Dengan demikian terbentuklah kepribadian unggul karena penguasaan dan penerapan ipteks oleh peserta didik diaktualisasikan untuk kehidupan beragama. Aktualisasi ipteks dalam kehidupan beragama tentu saja melalui akidah (keyakinan dasar/pokok), etika, akhlak, ibadah, dan muamalah (kemasyarakatan).
Prinsip kecerdasan spiritual
Agustina (2001) dalam bukunya menuliskan adanya 6 prinsip dalam kecerdasan spiritual berdasarkan rukun iman, yaitu :
a) Prinsip bintang (star prinsiple) berdasarkan iman kepada Allah SWT.
Yaitu kepercayaan atau keimanan kepada Allah SWT. Semua tindakan hanya untuk Allah, tidak mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri.
b) Prinsip malaikat (angel principle) berdasarkan iman kepada Malaikat.
Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan sebaik-baiknya sesuai dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah-Nya.
c) Prinsip kepemimpinan (leadership principle), berdasarkan iman kepada rasul.
Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti halnya Rasullullah SAW, seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang.
d) Prinsip pembelajaran (learning principle) berdasarkan iman kepada kitab.
Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam bertindak.
e) Prinsip masa depan (visim principle) berdasarkan iman kepada hari akhir.
Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Semua itu karena keyakinan akan adanya hari kemudian dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan.
f) Prinsip keteraturan (well organized principle) berdasarkan iman kepada Qodlo dan Qodar
Setiap keberhasilan dan kegagalan, semua merupakan takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdoa kepada Allah.
Ciri-ciri kecerdasan spiritual
Berdasarkan teori Zohar dan Marshall (2001) dan Sinetar (2001) sebagai berikut :
a. Mempunyai kesadaran diri. Adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari antuasi yang datang dan menanggapinya.
b. Mempunyai visi. Ada pemahaman tentang tujuan hidupnya, mempunyai kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
c. Fleksibel. Mampu bersikap fleksibel, menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, mempunyai pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan) dan efisien tentang realitas.
d. Berpandangan holistik. Melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan serta melampaui, kesengsaraan dan rasa sehat serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.
e. Melakukan perubahan. Terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo, menjadi orang yang bebas merdeka.
f. Sumber inspirasi. Mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain, mempunyai gagasan-gagasan yang segar dan aneh.
g. Refleksi diri, mempunyai kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok.
Faktor-faktor yang mendukung kecerdasan spiritual
Menurut Sinetar (2001) otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan terhadap semua orang, mampunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk memenuhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual menurut Agustian (2003) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.
Zohar dan Marshall (2001) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu :
a. Sel saraf otak
Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto – Encephalo – Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.
b. Titik Tuhan (God spot)
Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.
Aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual
Sinetar (2001) menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan spiritual, yaitu :
a. Kemampuan seni untuk memilih, kemampuan untuk memilih dan menata hingga ke bagian-bagian terkecil ekspresi hidupnya berdasarkan suatu visi batin yang tetap dan kuat yang memungkinkan hidup mengorganisasikan bakat.
b. Kemampuan seni untuk melindungi diri. Individu mempelajari keadaan dirinya, baik bakat maupun keterbatasannya untuk menciptakan dan menata pilihan terbaiknya.
c. Kedewasaaan yang diperlihatkan. Kedewasaan berarti kita tidak menyembunyikan kekuatan-kekuatan kita dan ketakutan dan sebagai konsekuensinya memilih untuk menghindari kemampuan terbaik kita.
d. Kemampuan mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan orang lain di mata kita penting atau kita cintai.
e. Disiplin-disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain, pemaaf tidak prasangka mudah untuk memberi kepada orang lain dan selalu ingin membuat orang lain bahagia.
Menurut Buzan (2003) ada sepuluh aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual yaitu mendapatkan gambaran menyeluruh tentang jagad raya, menggali nilai-nilai, visi dan panggilan hidup, belas kasih, memberi dan menerima, kekuatan tawa, menjadi kanak-kanak kembali, kekuatan ritual, ketentraman, dan cinta.
STRATEGI CERDAS EMOSIONAL
Insan Indonesia yang cerdas emosionalnya berarti mampu mengaktualisasikan diri dalam olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta berkompetensi untuk mengekspresikannya. Modal utama dalam aktualisasi ini adalah kualitas estetika yang bertumpu pada kegiatan apresiasi, persepsi, dan kreasi seni budaya.
Sesuai dengan kurikulum Pendidikan Seni di sekolah, peserta didik perlu memahami benar bahwa Pendidikan Seni memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Bila sifat-sifat tersebut dihubungkan dengan strategi cerdas emosional, kegiatan kompetensi yang perlu dilakukan peserta didik dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Berhubungan dengan Pendidikan Seni bersifat multidimensional, peserta didik perlu membudayakan kemampuan penyeimbangan fungsi otak kanan dan otak kiri (memadukan logika, kinestik etika, dan estetika) dengan cara:
a. menyerap langsung keindahan suatu karya seni melalui perasaan dan pancainderanya;
b. menyadari bahwa karya seni memiliki dimensi nilai yang bermanfaat bagi pengembangan kehidupan manusia;
c. berpartisipasi mencipta karya seni sesuai minat dan bakatnya dengan menerapkan nilai-nilai manfaatnya;
2. Berhubungan dengan Pendidikan Seni bersifat multilingual, peserta didik perlu membudayakan kemampuan mengaktualisasikan diri dan mengekspresikan diri melalui keindahan seni yang diminatinya. Sesuai dengan kurikulum Pendidikan Seni di sekolah, peserta didik dihadapkan pada pilihan seni: Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Pilihan lain yang sesuai dengan kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia adalah Seni Sastra. Pembudayaan aktualisasi dan ekspresi diri ini dapat dilaksanakan secara bertahap:
a. Tahap internal yaitu berekspresi seni atau menghasilkan karya seni hanya untuk kepentingan diri sendiri. Kecenderungan tahap ini adalah curahan hati atau curahan perasaan saja, misalnya: menggambar sesuatu di buku, menyanyi atau bermain musik untuk menghibur diri sendiri, ikut berlatih menari atau bermain teater untuk mengisi waktu luang, dan menulis puisi di buku catatan sendiri;
b. Tahap ekternal yaitu berekspresi seni atau menghasilkan karya seni untuk diperagakan kepada orang lain agar orang lain mengapresiasinya. Misalnya, berkarya seni untuk acara pameran seni atau pergelaran seni yang disaksikan oleh masyarakat luas;
c. Tahap profesional yaitu berekspresi seni atau menghasilkan karya seni untuk dijual kepada orang lain. Kecenderungan tahap ini adalah kecakapan hidup (life skill), karya seni yang dihasilkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Misalnya, peserta didik dapat membuat lukisan, lagu, atau karya sastra (puisi/cerpen/naskah drama) kemudian dijual/dikirimkan ke penerbit surat kabar/majalah/tabloid yang sesuai. Bila dimuat, akan mendapatkan honorarium sebagai harga jual karya tersebut;
3. Berhubungan dengan Pendidikan Seni bersifat multikultural, peserta didik perlu menumbuhkembangkan kesadaran dan apresiasi terhadap keragaman budaya Nusantara dan mancanegara, dengan membudayakan bersikap:
a. menghargai dan menghormati budaya orang lain/bangsa lain;
b. bertoleransi terhadap tradisi yang dikembangkan budaya orang lain/bangsa lain;
c. mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perlakuan terhadap semua orang meskipun terdapat perbedaan tradisi dan budaya;
d. beradab dengan membiasakan berbudi pekerti baik, sopan, dan halus, sesuai dengan hakikat kesenian yang mengutamakan keindahan rasa (estetis);
e. hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang beragam;
STRATEGI CERDAS SOSIAL
Insan yang cerdas sosial adalah insan yang mampu beraktualisasi diri melalui interaksi sosial, supel, dan pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kegiatan yang perlu diterapkan dan dikembangkan oleh peserta didik dalam strategi ini adalah:
1. membudayakan hubungan timbal balik yang positif dengan orang lain;
2. membudayakan sikap demokratis (mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perilaku terhadap orang lain);
3. membudayakan sikap empatik (menghargai identitas dan keadaan perasaan/pikiran orang lain) dan simpatik (memiliki rasa kasih sayang kepada orang lain dengan turut serta merasakan perasaan orang lain tersebut);
4. menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dengan menyadari bahwa seluruh manusia diciptakan oleh Tuhan dengan kodrat dan fitrahnya yang sama di hadapan Tuhan, serta memiliki hak hidup yang sama;
5. membudayakan sikap percaya diri, ceria, dan ramah kepada orang lain, sehingga pergaulan menjadi menyenangkan dan kerukunan terbina;
6. menghargai keragaman dan perbedaan dalam pergaulan di sekolah, keluarga, dan masyarakat, sehingga tumbuh sikap toleransi dan tenggang rasa;
7. membudayakan wawasan kebangsaan dengan keutamaan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara;
STRATEGI CERDAS INTELEKTUAL
Insan yang cerdas intelektual adalah insan yang mampu beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara kritis, imajinatif, kreatif, produktif, dan inovatif. Kegiatan yang dapat dilaksanakan peserta didik untuk memperoleh kecerdasan intelektual dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. membudayakan kegiatan membaca berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi;
2. membudayakan kegiatan menulis berdasarkan ilmu pengetahuan atau teknologi yang diminati dan dikuasainya;
3. membudayakan kegiatan presentasi dari hasil membaca dan tulisan yang disusunnya untuk didialogkan atau didiskusikan;
4. membudayakan pemanfaatan seluruh fasilitas dari yang berteknologi sederhana hingga berteknologi modern secara positif dan bertanggung jawab untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
5. membudayakan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dirasakan benar-benar manfaatnya;
6. membudayakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui praktik-praktik keilmiahan yang kreatif untuk menghasilkan media atau sarana yang manfaatnya dapat digunakan langsung oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari;
7. membudayakan sikap inovatif dengan cara berusaha menemukan hal-hal yang baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi demi pengembangan dan kemaslahatan kehidupan;
STRATEGI CERDAS KINESTETIS
Insan yang cerdas kinestetis adalah insan yang mampu mengaktualisasikan diri menjadi insan adiraga melalui olah raga untuk menciptakan kesehatan, kebugaran, daya tahan tubuh, kesigapan, keterampilan, dan ketrengginasan. Kegiatan yang dapat dilaksanakan peserta didik untuk memperoleh kecerdasan kinestetis dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. membudayakan olah raga ringan (jalan kaki, senam, dan jogging) sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu untuk melatih kerja otot dan jantung demi mencapai stamina tubuh, kesehatan, dan kebugaran;
2. memilih sekurang-kurangnya satu jenis olah raga permainan (bulu tangkis, tenis meja, tenis lapangan, dan sejenisnya) serta dilakukan sekurang-kurangnya dua kali dalam sebulan sebagai pengembangan olah raga ringan untuk rekreasi yang menyehatkan sekaligus melatih kesigapan dan ketrengginasan;
INSAN YANG KOMPETITIF
Pada era globalisasi dan pasar bebas dengan ciri-ciri masyarakat industri yang unggul dalam memanfaatkan teknologi industri serta teknologi informasi dan komunikasi modern, sangatlah penting adanya kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan kecerdasan komprehensif yang mampu mandiri dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Persaingan antarbangsa semakin tinggi untuk mewujudkan masyarakat madani, yaitu masyarakat berperadaban tinggi dengan teknologinya, demokratis, taat dan konsekuen terhadap hukum dan perundang-undangan, melestarikan keseimbangan lingkungan, menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta senantiasa berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa.
Oleh karena itu, untuk mempersiapkan diri dalam persaingan tersebut, peserta didik perlu memiliki strategi yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. membudayakan dan meningkatkan kepribadian unggul dengan ciri utama mental dan spiritual yang kuat;
2. membudayakan dan meningkatkan semangat juang yang tinggi dan pantang menyerah untuk mencapai keunggulan, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan umat manusia;
3. membudayakan dan meningkatkan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada pihak lain dalam mencapai keunggulan lahir dan batin;
4. membudayakan dan meningkatkan kemampuan untuk menjadi sumber daya manusia pembangun jaringan kegiatan positif untuk mencapai keunggulan lahir dan batin;
5. membudayakan dan meningkatkan kemampuan kreatif, produktif, dan inovatif demi kemaslahatan umat manusia;
6. membudayakan dan meningkatkan kesadaran akan kualitas dengan orientasi global;
7. membudayakan dan meningkatkan diri sebagai pembelajar sepanjang hayat untuk mencapai kesempurnaan hidup lahir dan batin.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai kualitas insan Indonesia yang cerdas komprehensif dan kompetitif, peserta didik perlu senantiasa membina, membudayakan, dan meningkatkan kompetensinya dan kecakapan hidupnya (life skill) di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, serta diperkuat oleh kesehatan jasmani dan mental-spiritual yang tinggi dengan kesadaran hidup beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tinggi pula.
KONSEP DASAR KREATIFITAS
Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk cirri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
1. kemampuan untuk menciptakan sebuah inovasi baru tanpa ada halangan.
2. Pengembangan atau susunan yang baru contohnya saja paci yang dibuat ibu rumah tangga sebagai alat memasak tetapi panic dibuat sedemikian rupa menjadikan bentuk hiasan rumah yang cantuk. Bisa di bilang mendaur ulang kembali fungsi umum biasanya.
3. Keterampilan untuk menemukan sesuatu yang baru. Memandang subjek dari prespektif yang berbeda atau baru, dan membentuk kombinasi yang laras dan serasi.
Pola dasar kreatif
I : Imajinasi
Yaitu selalu memikirkan tanpa batas, dan membentuk sebuah fariasi yang menarik dan menguntungkan banyak orang
D : data
Data yang ada dikembangkan dan di ubah menurut imajinasi yang akan dibentuk.
E : Evaluasi
Mengevaluasi kembali hasil imajinasi yang telah dibuat. Melihat segi sosial yang didapat, maupun nilai ekonomi.
A : Aksi
Melakukan dan mengerjakanya sesuai yang kita bayangkan dan dari evaluasi yang dilakukan.
Ciri Individu Kreatif
1. bebas dalam berfikir : selalu berfikir bebas tanpa batasan untuk melakukan sesuatu
2. penuh daya imajinasi : penuh gambaran-gamabaran yang menarik dan baru
3. bersifat selalu ingin tahu : setiap ynag didapatkan mengingkan selalu hal yang lebih dari yang di dapatkan.
4. Suka pengalaman baru : pengalaman yang menantang mengadu andrenalin akan membuat ide-ide segar keluar untuk dikembangkan.
5. Penuh Inisiatif : mengakali kejadian yang kurang baik dengan hal yang lebih baik lagi.
6. Bebas dalam pendapat : berani mengeluarkan pendapat untuk mendapatkan hal yang menarik dan rasa ingin tahu semakin meningkat.
7. Tidak pembosan : melakukannya dengan senagn hati dan ulet
8. Punya minat yang luas : memiliki keinginan maupun kesukaan yang tidak satu tetapi semua ingin dicoba untuk menggali kreatifitas
9. Percaya Diri : percaya diri dari hasil usaha yang dibuat sendiri, dan mehargai karya yang dibuat dengan usaha keras.
10. Tidak mudah menerima : maksud disini tidak mudah menerima pemberian dari orang lain begitu saja tapi di cari tahu lebih dahulu dan usaha terlebih dahulu.
11. Berani mengambil resiko : keinginan yang kuat tidak akan mengahalangi rasa takut kegagalan yang akan di dapatkan.
12. Senang tugas majemuk : tugas ynag bermacam-macam bentuk membuatnya tertantang untuk megusahakanya lebih baik lagi.
13. Ulet : selalu giat berlatih dan tidak putus asa.
PERCAYA DIRI
Percayaan diri merupakan suatu keyakinan dan sikap seseorang terhadap kemampuan pada dirinya sendiri dengan menerima secara apa adanya baik positif maupun negatif yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk kebahagiaan dirinya.
Percaya diri adalah modal dasar seorang manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan sendiri. Seseorang mempunyai kebutuhan untuk kebebasan berfikir dan berperasaan sehingga seseorang yang mempunyai kebebasan berfikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia dengan rasa percaya diri. Salah satu langkah pertama dan utama dalam membangun rasa percaya diri dengan memahami dan meyakini bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan yang ada didalam diri seseorang harus dikembangkan dan dimanfaatkan agar menjadi produktif dan berguna bagi orang lain (Hakim, 2002).
Seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan, serta membuat keputusan sendiri merupakan perilaku yang mencerminkan percaya diri (Lie, 2003).
Ciri-Ciri Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (1997) orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif adalah :
a. Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa mengerti sungguh sungguh akan apa yang dilakukannya.
b. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.
c. Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.
d. Bertanggung jawab yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
e. Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, sesuatu kejadian dengan mengunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar. 2004. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power. Jakarta: Arga.
Campbell, David.1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius.
Centi, Paul J. 1993. “Mengapa Rendah Diri?”. Yogyakarta: Kanisius.
Supriyo. 2008. Studi Kasus bimbingan Konseling. Semarang: CV. Nieuw Setapak.
Hakim. T, 2002, Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri, Jakarta : Purwa Suara.