Makalah Psikologi Sosial Tentang Motif Sosial

Friday 24 June 2011
A.     Pengertian Motif
Motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan. Misalnya, apabila seseorang merasa  lapar,  itu  berarti  kita  membutuhkan  atau  menginginkan  makanan.  Motif  menunjuk hubungan sistematik antara suatu respon dengan  keadaan dorongan tertentu. Apabila dorongan dasar itu bersifat bawaan, maka motif itu hasil proses belajar.
Ada beberapa definisi tentang motif:
1.   Gerungan (1975) :
Motif itu merupakan suatu pengertian yang melengkapi semua penggerak alasan-alasan atau doronga-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
2.   Lindzey, Hall dan Thompson (1975) :
Motif adalah sesuatu yang menimbulkan tingkah laku.
3.   Atkinson (1958) :
Motif  sebagai  sesuatu  disposisi  laten  yang  berusaha  dengan  kuat  untuk  menuju  ke  tujuan tertentu, tujuan ini dapat berupa prestasi, afiliasi ataupun kekuasaan
4.   Sri Mulyani Martaniah (1982) :
Motif  adalah  suatu  konstruksi  yang  potensial  dan  laten,  yang  dibentuk  oleh  pengalaman- pengalaman, yang secara relatif dapat bertahan meskipun kemungkinan berubah masih ada, dan berfungsi menggerakan serta mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu.
Dar beberapa   definisi   tersebut   dapa disimpulka bahw moti merupaka suatu pengertian  yang  mencukupi  semua penggerak,  alasan,  atau dorongan dalam  diri  manusia  yang menyebabkan  ia  berbuat  sesuatu.  Semua  tingkah  laku  manusia  pada  hakikatnya  mempunyai motif. Tingkah laku juga disebut tingkah laku secara refleks dan berlangsung secara otomatis dan mempunyai maksud-maksud tertentu walaupun maksud itu tidak senantiasa sadar bagi manusia. Motif-motif manusia dapat bekerja secara sadar, dan juga secara tidak sadar bagi diri manusia. Kegiata kegiata yang   biasa   kit lakuka sehari-har jug mempunya motif-motifnya tersendiri.  Kita  menyetel  weker  (jam)  kita  pagi-pagi  dengan  motif  untuk  melakukan  sesuatu pekerjaan sebelum kita masuk kantor.
Suatu  contoh:  apabila  seseorang  sedang  makan  siang  dirumah  tiba-tiba  dengan  tidak berkatapa-apa  meletakan  sendok-garpunya,  lompat  dari  kursi,  dan  lari  ke  luar,maka  sukar sekali  tingkah  laku  ini  dipahami  apabila  kita  tidak  mengetahui  motif-motifnya  untuk  berbuat demikian sehingga kita menganggapnya aneh, tidak sosial, atau apapun. Dalam hal ini mungkin dorongannya  adalah  bahwa  orang  tersebut  ketika  menengok  ke luar  jendela  melihat  seseorang lewat di jalan yang kemarin membawa lari uang pinjaman yang sangat ia perlukan pada saat itu.
Gardner Lindzey, calvin S. Hall dan Richard  F. Thompson dalam bukunya Psychology (1975, P. 339) mengklasifikasikan motif ke dalam dua hal yaitu:
1.   Drives (needs)
Drive  adalah  yang  mendorong  untuk  bertindak.  Drives  yang  merupakan  proses  organik internal  disebut  drives  primer  atau  drives  yang  tidak  dipelajari.  Misalnya:  lapar  dan  haus. Drives yang lain diperoleh melalui belajar. Misalnya: persaingan.

2.   Incentives.
Incentives adalah benda atau situasi (keadaan) yang berbeda di dalam lingkungan sekitar kita yang merangsang tingkah laku. Incentives ini merupakan penyebab individu untuk bertindak. Antara  drive  dan  incentives  pada  dasarnya  merupakan  dua  sisi  dari  mata  uang  logam. Lapar  menyebabkan  kita  bertindak  untuk  mendapatkan  makanan,  dan  makanan  yang  kita dapatkan  mengundang  kita  untuk  memakannya.  Bila  kita  tidak  lapar  maka  makananan  tidak memiliki nilai incentives. Tetapi incentives juga dapat menimbulkan kita untuk bertindak tanpa ada hadirnya drives. Misalnya: mungkin kita tidak lapar, tetapi melihat mie goreng terhidang di atas meja         merangsang            nafsu makan kita. Drives primer memenuhi kebutuhan           untuk kelangsungan  hidup  dan  kesehatan  dengan  jalan  memenuhi  kebutuhan  psikisnya.  Drives  yang dipelajari memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.  Misalnya:  kebutuhan  untuk  disetujui merupakan  drives  yang  dipelajari  karena diperolehnya melalui persetujuan orang lain, yaitu bisa orang luar, guru atau temannya. Penguat (reinforcer)  yang  digunakan  untuk  timbulnya  drives  pada  seseorang  ini  adalah  incentives. Incentive ini akan berpengaruh terhadap semangat seseorang untuk bertindak. Incentif ini dapat positif dapat pula negatif. Incentives yang positif adalah hadiah. Incentives yang negatif adalah hukuman.

B.     Pengertian Motif Sosial
Setelah  diketahui  apakah  sebenarnya  motif  itu,  maka  berikut  ini  disajikan  beberapa definisi motif sosial.
1.   Lindgren (1073)
Motif sosial  adalah  motif  yang dipelajari  melalui  kontak orang lain  dan  bahwa lingkungan individu memegang peranan yang penting.

2.   Barkowitz (1969)
Motif sosial adalah motif yang mendasari aktivitas individu dalam mereaksi terhadap orang lain.

3.   Max Crimon dan Messick (1976)
Mengatakan  bahwa  seseorang  menunjukan  motif  sosial,  jika  ia  dalam  membuat  pilihan memperhitungkan akibatnya bagi orang lain.

4.   Heckhausen (1980)
Motif  sosial  adalah  motif  yang  menunjukan  bahwa  tujuan  yang  ingin  dicapai  mempunyai interaksi dengan orang lain.
Dari  beberapa  pendapat  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  definisi  motif  sosial  adalah motif yang timbul untuk memenuhi kebutuhan individu dalam hubungannya dengan lingkungan sosialnya.
Motif  timbul  karena  adanya  kebutuhan/need.  Kebutuhan  kebutuhan  dapat  diartikan sebagai:
1. Satu kekurangan universal dikalangan umat manusia dan musnah bila kekurangan itu tidak tercukupi.
2.  Satu  kekurangan  universal  dikalangan  umat  manusia  yang  dapat  membantu  dan  membawa kebahagiaan pada manusia bila kekurangan itu terpenuhi, walaupun hal itu tidaklah esensiil terhadap kelangsungan hidup manusia.
3.  Sebuah kekurangan yang dapat dipenuhi secara wajar dengan berbagai benda lainnya apabila ada benda khusus yang diingini tidak dapat diperoleh.

  4.   Sifat taraf kebutuhan.
Kebutuha (need dapa dipandang   sebagai   kekuranga adany sesuatu,   da ini menuntutt segera pemenuhannya, untuk segera mendapatkan keseimbangan. Situasi kekurangan ini  berfungsi  sebagai  suatu  kekuatan  atau  dorongan  alasan,  yang  menyebabkan  seseorang bertindak untuk memenuhi kebutuhan.
Seperti telah disebut dimuka, kebutuhan dan motif tidak bisa diamati. Yang menampak atau  yang bisa diamati  perilakunya.  Dari  bentuk-bentuk perbuatan  yang serupa  kita  simpulkan adanya kebutuhan dari motif itu. Selain pengamatan terhadap tingkah laku individu ada jalan lain untu mengetahui   ata meyakini   adany kebutuha da moti ialah   denga mengetahui pengalaman pribadi. Misalnya: seorang perokok pernah mengalami bagaiman kuatnya keinginan untuk  mencari  rokok  apabila  sudah  lama  tidak  merokok,  sehingga  ia  dapat  membayangkan apabila hal tersebut menimpa orang lain.
Wood Worth dan Marquis membedakan motif atas:
1.   Motif yang tergantung pada keadaan dalam jasmani.
Motif ini merupakan kebutuhan organik. Misalnya: makan, minum, dsb.
2.   Motif yang tergantung hubungan individu dengan lingkungan. Motif ini dibedakan menjadi:
a.       Emergency motive / motif darurat.
Ini adalah motif yang membutuhkan tindakan segera karena keadaan sekitarnya menuntut demikian. Misalnya: motif untuk melepaskan diri dari bahaya, melindungi matanya dan sebagainya.

b.   Objektif motive / motif objektif
Motif  yang  berhubungan  langsung  dengan  lingkungan  baik  berupa  individu  maupun benda. Misalnya: penghargaan, memiliki mobil, memiliki rumah bagus dan sebagainya.
Teevan  dan  Smith  (1964)  menggolongkan  motif  atau  dasar  perkembangannya  menjadi dua kelompok yaitu:
1.   Motif Primer
Adalah  motif  yang  timbulnya  berdasarkan  proses  kimiawi  fisiologik  dan  diperoleh dengan tidak dipelajari. Contohnya: haus dan lapar.
2.   Motif Sekunder
Adala motif   yang   timbulny tidak   secara   langsung   berdasarka prose kimiawi psikologik dan umumnya diperoleh dari proses belajar baik melalui pengalaman maupun lingkungan.  McClelland  mengemukakan  bahwa  motif  sekunder  disebut  juga  dengan motif social yang terdiri dari:
a.   Motif berprestasi
b.   Motif berafiliasi
c.   Motif berkuasa

C.     Macam-Macam Motif Sosial
1.     Motif Tunggal/Motif Bergabung
Motif  kegiatan-kegiatan  kita  dapat  merupakan  motif  tunggal  atau  motif  bergabung. Misalnya mendengarka Wart Berit RR mungki mempunya moti yang   umum, mungkin juga bermotif lain, misalnya untuk mendengarkan berita tertentu yang berhubungan dengan pekerjaan di kantor kita.
Conto lain apabil seseorang   menjadi   anggot suatu   perkumpulan,   maka   motif- motifnya  biasanya  bergabung.  Ia  mungkin  ingin  belajar  sesuatu  yang  baru  bersama-sama dengan anggota perkumpulan tersebut; disamping itu mungkin ia ingin belajar berorganisasi; mungkin  juga  ia  ingin  mengenal  dari  dekat  anggota-anggota  kelompok;  ia  juga  mungkin ingin memperluas relasi-relasinya guana kelancaran pekerjaan kantornya, dll.
Dengan demikian, orang yang bersangkutan mungkin mempunyai bermacam-macam motif yang sekaligus bekerja di balik perbuatan menggabungkan diri dallam organisassi itu. Untuk memahami susunan motif yang mendorong seseorang manusia dewasa berbuat sesuatu yang  tidak  kitmengerti  seringkali  tidak  mudah.  Dalam  hal  ini  patutlah  dipahami  lebih mendalam  riwayat  dan  struktur  kepribadiannya,  perbuatan  itu  sendirikondisi-kondisi  di lingkunganny dimana   perbuata it dilakukan da saling   berhubunganantara   ketiga golongan faktor tersebut.
Jelaslah  bahwa  motif-motif  manusia  mempunyai  peran-peran  yang  sangat  besar dala kegiatan-kegiatannya da merupaka lata belakang   tindak-tandukny sehingga merupakan pokok khusus dari ilmu pengetahuan sosiologi.
2.     Motif Biogenetis
Motif - motif biogenetis merupakamotif-motif yang berasal dari kebutuhan - kebutuhan organisme orang demi kelanjutan kehidupannya secara biologis. Motif biogenetis ini bercorak universal dan kurang terikat dengan lingkungan kebudayaannya tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif biogenetis ini adalah assli di dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya.
Contoh motif-motif biogenetis yang dipengaruhi oleh corak kebudayaan masyarakat tertentu.
3.     Motif Sosiogenetis
Motif-motif  sosiogenetis  adalah  motifmotif  yang  dipelajari  orang  dan  berasal  dari lingkungan  kebudayaan  tempat  orang itu berada  dan berkembang.  Motif  sosiogenetis  tidak berkembang dengan sendirinya tetapi  berdasarkan interaksi  sosial  dengan  orang-orang atau hasil  kebudayaan  orang.  Macam  motif  sosiogenetis  banyak  sekali  dan  berbeda-beda  sesuai dengan perbedaan-perbedaanyang terdapat di antara berbagai corak kebudayaan di dunia.
Beberapa  contoh:  keinginan  untuk mendengarkan  musik  Chopin  atau  musik legong bali, keinginan untuk membaca sejarah Indonesia, keinginan untuk bermain sepakbola, dan sebagiannya merupakan motif-motif sosiogenetis.
Banyak  motif orang dewasa  merupakan  motif-motif sosiogenetis  walaupun  terdapat pula motif-motif biogenetis yang dipengaruhi oleh corak kebudayaan masyarakat tertentu.
Contoh:  keinginan  akan  memakan  fastfood,  pecel,  puding,  coklat,  dan  es  krim merupaka motif-motif   yang   berdasarka moti ”lapar”   tetapi   yang   terjali dengan keinginan-keinginan yang coraknya sangat dipengaruhi lingkungan kebudayaan sekitar.

4.     Motif Teogenetis
Motif  teogenetis  adalah  motif  yang  berasal  dari  interaksi  antara  manusia  dengan tuhan seperti yang terwujud dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari dimana ia berusaha   merealisasika norma-norm agamanya Sementar itu manusi memerlukan interaksi  dengan  tuhannya  untuk  dapat  menyadari  akan  tugasnya  sebagai  manusia  yang berketuhana d dala masyaraka yang   heterogen.   Contoh   motif   teogeneti adalah keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, keinginan untuk merealisassikan morma-norma agamanya menurut petunjuk kitab suci, dll.

D.     Motif Sosial Menurut McClelland

Menurut McClelland manusia berinteraksi dengan dunia sosialnya dalam tiga bentuk motif yaitu:
1)   Motif  berprestasi  dimana  ciri-ciri  dari  tipe  orang  dengan  motif  sosial  seperti  ini adalah:
·    Mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih baik (beranggapan bahwa berprestasi lebih baik adalah suatu hal yang penting).
·    Menentukan sendiri standard prestasinya dan berpatokan pada standard tersebut.
·    Berusaha melakukan sesuatu dengan cara yang baru dan kreatif.
·    Mengambil resiko-resiko yang wajar.
·    Berpikiran maju ke depan (inovatif).

2)   Motif afiliasi, dimana ciri-ciri orang dengan tipe seperti ini adalah:
·    Senang berada di tengah keramaian dan sangat menikmati persahabatan.
·    Senang bergaul dengan orang lain, senang berbicara di telepon.
·    Lebi mementingka aspek-aspe interpersonal   dar pekerjaanny daripada aspek-aspek yang menyangkut tugas dalam pekerjaannya.
·    Berusaha mendapatkan persetujuan orang lain.
·    Melakukan tugas lebih baik saat bekerja dalam team.
·    Selalu  memiliki  keinginan  untuk  mengadakan,  memperbaiki  atau  memilihara hubungan yang erat, hangat dan bersahabat dengan orang lain.

3)   Motif berkuasa, orang dengan tipe seperti ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·    Selalu ingin memiliki pengaruh terhadap orang lain.
·    Aktif dalam menjalankan kebijakan suatu organisasi yang diikuti.
·    Peka terhadap struktur pengaruh interpersonal dari suatu  kelompok   atau organisasi.
·    Selalu risau dengan reputasi, prestasi atau kedudukan orang lain.
·    Selalu berusaha membuat orang lain terkesan.

E.     Beberapa Pendekatan Dasar Pada Motivasi
Selanjutnya, S.S. Sargent dan R.C. Williamson (1966) mencoba menelusuri berbagai pendekatan dan teori tentang motif.
1.   Teori insting
untu menerangkan   perilak manusia mula-mul (sampa tahun   1920-an)   par pakar merujuk pada insting (W. James, Mc. Dougall, E.L. Thorndike). Pada tahun 1924 sosiolog L.L. insting dan hampir 6000 jenis aktivitas manusia disebut sebagai insting. Akan tetapi, sejak 1920- an teori ini mulai ditinggalkan orang karena penelitian antropologi dan sosiologi membuktikan bahwa  perilaku  manusia  sangat  bervariasi,  tergantung  dari  lingkungan,  sehingga  tidak  dapat dijelaskan dengan insting (yang universal). Insting masih tetap dipakai untuk perilaku-perilaku yang jelas diturunkan, tidak dipelajari dan universal bagi makhluk tertentu.

2.   Konsep dorongan (drive)
Pakar  psikologi  mencari  penyebab  perilaku  pada  ketegangan”  (tension)  yang  terjadi  pada otot-otot dan kelenjar-kelenjar pada saat haus, lapar, dan sebagainya. Ketegangan-ketegangan ini menimbulkan  dorongan  untuk  berperilaku  tertentu  (mencar makan,  minum  dan  lain-lain) sehingga  dorongan  dianggap  sebagai  penyebab  perilaku.  Umumnya  dorongan  menyangkut perilaku  yang  bersifat  biologik  dan  fisiologik,  seperti  misalnya  makan,  minum,  tidur,  seks, mencari  temperatur  yang  konstan,  dan  sebagainya,  termasuk juga dorongan  keibuan, dorongan untuk  bermain  pada  anak-anak.  E.C.Tolman  membagi  dorongan  dalam  dua  jenis,  yaitu  hasrat (appetites) seperti lapar, haus, seks, dan pengingkaran (aversion) seperti menghindari sakit dan sebagainya.

3.   Teori libido dan ketidaksadaran dari Sigmund Freud
Teori ini adalah motif bersumber pada stress internal, yang terdiri atas insting dan dorongan (drive)  yang  bekerja  dalam  alam  ketidaksadaran  manusia.  Dalam  teori  freud  yang  sangat berorientasi biologik ini, semua insting dan dorongan bermuara pada libido sexualis (dorongan seks)  yang  sebagian  besar  tidak  dapat  dikendalikan  oleh  orang  yang  bersangkutan  (karena bekerjanya dalam alam ketidaksadaran)

4.   Perilaku purposif dan konflik
Pengaruh pasikologi Gestalt (Gestalt adalah istilah bahasa jerman yang artinya keseluruhan) terhada behaviorism adala bahw orang   mula lebih mementingka perilak moral (keseluruhan,  seperti  makan  dan  berlari)  daripada  perilaku  molekuler  (bagian  dari  perilaku keseluruhan,  seperti  mengeluarkan  liur  dan  menggerakkan  otot).  Dalam  hubungan  ini  perlu dicatat  pendapat  seorang  tokoh  bernama  Edward  Chase  Tolman  yang  mengatakan  bahwa perilaku tidak hanya ditentukan oleh rangsang dari luar atau stimulus (sebagaimana pendangan kaum behavioris). Akan tetapi, ditentukan juga oleh organisme atau orang itu sendiri. Jadi, orang buka hany memperhatika stimulusnya melainka memili sendiri   reaksinya Dengan demikian, perilaku (molar) selalu bertujuan.

5.   Otonomi fungsional
G.W.  Allport  pada  tahun  1961,  yaitu  motif  pada  orang  dewasa  yang  tumbuh  dari  sistem- sistem  yang  mendahuluinya,  tetapi  berfungsi  lepas  dari  sistem-sistem  pendahulu  itu.  Dengan perkataan  lain,  motif  ini  berfungsi  sesuai  dengan  tujuannya  sendiri,  terlepas  dari  motif-motif asalnya,  misalnya  seorang  penjual  soto.  Lambat  laun  penjual  soto  tersebut  memilki  berbagai cabang  di  berbagai  kota,  sehingga  tujuannya  berjualan  bukan  lagi  untuk  mencari  nafkah melainkan untuk mencari kepuasan tersendiri (otonomi fungsional).
6.   Motif sentral
Banyak  pakar  psikologi  yang  meragukan  adanya  satu  motif  sentral  yang  bisa  merangkum semua  jenis  motif  manusia.  Goldstein  misalnya  pada  tahun  1939  mengemukakan  aktualisasi diri sebagai  motif  tunggal  pada  manusia.  Menurut  Goldstein  setiap  perilaku  didasarkan  pada kebutuhan  untuk  melindungi  diri  (self)  dan  mengurangi  kecemasan  serta  mencari  kemapanan bagi  dirinya  sendiri.  Motif  sepertini  paling  terlihat  pada  paham-pahakeagamaan  seperti Yahudi, Kristen, Islam, dan Buddha.
Pengembangan dari motif aktualisasi diri terdapat dalam teori A.H. Maslow yang dikenal luas sejak 1959, yang menempatkan aktualisasi diri” sebagai motif tertinggi di atas empat motif lain  yang tersusun  secara hierarkis  (motif primer  atau  motif fisiologik,  motif rasa aman,  motif rasa memiliki, dan motif harga diri).
Teori  motif  tunggal  lainnya  adalah  dari  R.W.  White  yang  pada  tahun  1959  mengatakan bahwa  satu-satunya  motif  manusia  adalah  motif  kompetensi.  Menurut  White,  manusia  selalu ingin  berinteraksi  secara  efektif  dengan  lingkungannya.  Keinginan  yang  universal  inilah  yang dinamakannya motif kompetensi.

F.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motif-Motif Sosial
Teevan dan Smith mengemukakan ada empat sumber perkembangan motif sosial, yaitu:
1.   Interaksi ibu dan anak
2.   Interaksi anak dengan seluruh keluarga
3.   Interaksi anak dengan masyarakat luas
4.   pendidikan formal
Berbeda  dengan  LVine  (1977)  ia  mengatakan  kebudayaan  dalam  masyarakat  yang berupa kebiasaan-kebiasaa aka mempengaruhi   moti sosial Sedangka Murray   (1964) mengatakan bahwa motif sosial sangat dipengaruhi oleh cara-cara mengasuh anak.
Jadi,     bila    disimpulkan    berdasarkan   pendapat    banyak   ahli, faktor-faktor yang mempengaruhi motif sosial meliputi cara-cara mengasuh anak (yang meliputi interaksi antara ibu dengan anak, anak dengan keluarga, anak dengan masyarakat luas, dan pendidikan formal) dan lingkungan kebudayaan.
G.    Peran Motif Sosial
Motif  sosial  berperan  penting  dalam  pembentukan  sosial.  Motif  yang  sama  antara anggota  kelompok  merupakan  cir utama   yang  membedaka interaksi  sosia satu  dengan interaksi sosial yang lainnya.
Terbentukny kelompok   sosia adala karen baka anggotany berkumpul   untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan kegiatan bersama lebih mudah dapat dicapai daripada atas usaha  diri  sendiri.  Jadi,  dorongan  atau  motif  bersama  itu  menjadi  pengikat  dan  sebab  utama terbentuknya  kelompok  sosial  itu.  Tanpa  motif  yang  sama  antara  sejumlah  individu  itu  sukar dapat dibayangkan bahwa akan terbentuk suatu kelompok sosial yang khas.

H.    Beberapa Cara Memotivasi Orang Lain
Menurut  Sartain,  North,  Strange,  Chapman  (1973,  hal.  324-326)  beberapa  cara  untuk memotivasi orang lain adalah sebagai berikut:

1.   Memotivasi dengan kekerasan/motivating by force.
Car ini   biasa   terjadi   contohny dalam   Angkata bersenjat diman seorang pemimpin  akan  mengancam  para  serdadu  dengan  suatu  hukuman,  jika  mereka  tidak  atau kurang disiplin. Seperti itulah cara yang digunakan, namun biasanya menimbulkan perasaan tidak senang bagi subjek yang terkena. Di dalam masyarakat yang demokratis cara semacam ini  kurang  begitu  tepat,  sebab  orang  akan  memiliki  sifat  ketergantungan  yang  besar,  dan kurang mampu membutuhkan kesadaran.

2.   Memotivasi dengan bujukan/motivating by enticement.
Cara yang kedua adalah dengan cara memberikan bujukan atau hadiah, bila orang lain itu mengerjakan sesuatu.bujukan atau hadiah itu dapat berupa:
·    Untuk buruh atau pekerja akan diberikan tambahan upah.
·    Untuk para pelajar akan memberian nilai yang baik.
·    Dapat juga berupa status.
Cara ini mungkin akan berhasil. Seperti halnya dengan cara yang pertama maka cara yang kedua ini juga menimbulkan sifat ketergantungan. Para buruh tergantung pada majikan, murid pada gurunya.
3.   Memotivasi dengan identifikasi/motivating by identivication/ Ego – Involvement.
Ini merupakan cara yang terbaik untuk memotivasi orang lain.. Dalam hal ini mereka berbuat sesuatu dengan suatu rasa percaya diri sendiri bahwa apa yang dilakukan itu adalah untuk mencapat tujuan tertentu, ada keinginan dari dalam. Contohnya seorang murid belajar bukan karena bujukan guru, tetapi murid belajar karena memang mereka ingin memperoleh prestasi belajar yang lebih baik.

I.       Kesimpulan

Motif  merupakan  suatu  pengertian  yang  mencukupi  semua  penggerak,  alasan,  atau dorongan  dalam  diri  manusia  yang  menyebabkan  ia  berbuat  sesuatu.  Sedangkan  motif  sosial adalah  motif  yang  timbul  untuk  memenuhi  kebutuhan  individu  dalam  hubungannya  dengan lingkungan sosialnya. Motif sosial terdiri dari motif tunggal/motif bergabung, motif biogenetis, motif  sosiogenetis,  motif  teogenetis.  Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  motif  sosial  meliputi cara-cara mengasuh anak (yang meliputi interaksi antara ibu dengan anak, anak dengan keluarga, anak dengan masyarakat luas, dan pendidikan formal) dan lingkungan kebudayaan. Motif sosial berpera penting  dala pembentuka sosial Motif   yang  sam antara   anggota   kelompok merupakan  ciri  utama  yang  membedakan  interaksi  sosial  satu  dengan  interaksi  sosial  yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

         
Sarwono, Sarlito. 2002. Psikologi Sosial Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi